Masyarakat Mentawai Ancam Keluar dari Sumbar Jika UU 17/2022 Tak Direvisi, Tanggapi Gubernur Sumbar 

    Masyarakat Mentawai Ancam Keluar dari Sumbar Jika UU 17/2022 Tak Direvisi, Tanggapi Gubernur Sumbar 

    PADANG, – Perwakilan masyarakat Kabupaten Kepulauan Mentawai yang tergabung dalam Aliansi Mentawai Bersatu menyatakan bakal keluar dari Provinsi Sumatra Barat (Sumbar) jika Undang-undang (UU) Nomor 17 Tahun 2022 tentang Provinsi Sumbar, tidak direvisi.

    Hal tersebut menanggapi pernyataan Gubernur Sumbar, Mahyeldi Ansharullah bahwa UU tersebut tidak sama seklai mendiskriminasi kebudayaan Mentawai.

    “Ini sikap aliansi, ya, akan menyatakan keluar dari Provinsi Sumbar (jika UU Sumbar tidak direvisi), dan ingin bersanding (bergabung) kepada provinsi yang mau mengakui dan menghormati kebudayaan Mentawai, ” ujar Ketua Aliansi Mentawai Bersatu, Yosafat Saumanuk saat dihubungi Indonesiasatu.co.id via telepon, Kamis (18/8/2022).

    Menurutnya, UU Sumbar sudah jelas mendiskriminasi kebudayaan Mentawai. Hal tersebut karena UU yang telah ditandatangani oleh Presiden Joko Widodo itu tidak memuat secara tegas mengakui budaya Mentawai sebagai salah satu keberagaman di Provinsi Sumbar.

    Pihaknya menyorot keberadaan Pasal 5 Huruf c dalam UU tersebut.

    Di dalam pasal itu disebutkan bahwa Provinsi Sumbar memiliki karakteristik yaitu, “adat dan budaya Minangkabau berdasarkan pada nilai falsafah,  adat basandi syara’, syara’ basandi kitabullahsesuai dengan aturan adat salingka nagariyang berlaku, serta kekayaan sejarah, bahasa, kesenian, desa adat/nagari, ritual, upacara adat, situs budaya, dan kearifan lokal yang menunjukkan karakter religius dan ketinggian adat istiadat masyarakat Sumatra Barat.”

    Yosafat menyebutkan, keberadaan pasal ini berdampak pada pengkerdilan dan pengucilan terhadap budaya Mentawai yang ada dan eksis di Sumbar.

    “Kita sudah mengadakan beberapa kali pertemuan, berdiskusi dengan pakar hukum bahwa memang tidak ada pengakuan keberadaan terhadap kebudayaan Mentawai. Ini adalah salah satu bentuk diskriminasi, ” jelasnya.

    “Jadi, bagaimana mungkin Bapak (Gubernur Mahyeldi) menyebutkan UU Sumbar tidak ada diskriminasi. Sementara, pakar hukum saja sudah menyampaikan hal yang sama dengan yang kami keluarkan (bahwa UU itu diskriminasi), ” imbuhnya.

    Sebelumnya, tutur Yosafat, pihaknya juga bertemu dengan Anggota Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat RI dari Daerah Pemilihan Sumbar, Guspardi Gaus saat siaran di sebuah stasiun televisi di Kota Padang.

    “Saat itu, dia (Guspardi Gaus) memberi ruang kepada kami untuk melakukan revisi dengan cara legislasi review. Jadi, memang ada indikasi ada permasalahan di pasal itu, tidak ada penegasan secara jelas, ” sebutnya.

    Oleh karena itu, dia pun menuntut agar UU tersebut direvisi dengan menambahkan dan mengakomodir keberadaan kebudayaan Mentawai sebagai salah satu karakteristik Provinsi Sumbar.

    Sebelumnya, pihaknya juga telah menggelar aksi di depan Kantor Gubernur Sumbar, Selasa (9/8/2022). Mereka meminta Mahyeldi untuk turut memperjuangkan kebudayaan Mentawai dalam UU Sumbar.

    Menanggapi pernyataan Mahyeldi bahwa UU Sumbar tidak ada diskriminasi, pihaknya dalam waktu dekat akan kembali menggelar aksi dan audiensi ke Gubernur Sumbar.

    Selain itu, pihaknya juga menanggapi pernyataan Wakil Gubernur Sumbar, Audy Joinaldy soal pembangunan di Kepulauan Mentawai akan dibawa dalam pembahasan Presidensi G20 pada 15-16 November 2022 mendatang.

    Yosafat menerangkan, sejauh ini, investasi yang masuk ke Mentawai tidak jelas, hanya memanfaatkan lahan sumber hidup manusia di daerah itu. Masyarakat Mentawai harus benar-benar dilibatkan jika investasi masuk ke daerahnya.

    “Kita berharap, jika investor masuk, kalau berbicara keuntungan, (pembagiannya) 70 persen untuk masyarakat Mentawai, 30 persen untuk investor. Artinya, jangan sampai jika investasi masuk, yang bekerja adalah orang-orang dari luar Mentawai. Sehingga yang dari Mentawai tidak dipekerjakan. Jadi tidak ada gunanya juga, ” ucapnya.

    Sebelumnya, Mahyeldi membantah UU Sumbar mendiskriminasi budaya Mentawai. UU tersebut, kata Mahyeldi, harus dibaca dengan cermat dan komprehensif. Sebab, di dalam UU tersebut banyak pasal-pasal dan jangan terfokus kepada satu pasal saja, apalagi hanya satu ayat.

    “Kalau membaca undang-undang tersebut secara komprehensif, jangan fokus ke Pasal 5c saja, di sana tertulis dengan jelas Sumbar memiliki 19 kabupaten dan kota dan Kepulauan Mentawai masuk di dalamnya, ” ujar Mahyeldi di Istana Gubernuran, Rabu (17/8/2022).

    Lebih jauh, Mahyeldi mengungkapkan, ada beberapa program pembangunan yang sedang berjalan di Mentawai, seperti Trans Mentawai, Bandara Rokot, pelabuhan, serta rencana investor untuk memenuhi kebutuhan listrik di Mentawai.

    Sementara itu, Audy juga mengatakan, Pemerintah Provinsi Sumbar akan menekankan pembahasan soal pembangunan di Mentawai dalam Presidensi G20 pada 15-16 November 2022 mendatang.(**)

    Afrizal

    Afrizal

    Artikel Sebelumnya

    Upacara Penurunan Bendera Sangsaka Merah...

    Artikel Berikutnya

    BNI Kantor Cabang Bukittinggi Serahkan CSR...

    Berita terkait

    Rekomendasi

    Mengenal Lebih Dekat Koperasi
    Tingkatkan Peran Mahasiswa Dalam Pengawasan Pemilu 2024, Bawaslu Kota Solok Gelar 'Bawaslu Goes to Campus'
    Hendri Kampai: Merah Putih, Bukan Abu-Abu, Sekarang Saatnya Indonesia Berani Jadi Benar
    Hendri Kampai: Swasembada Pangan dan Paradoks Kebijakan
    Kemenangan NC-LM di Depan Mata, Warga Kota Solok Diminta Lawan Intimidasi dan Politik Uang

    Ikuti Kami